dc.description |
Studi teologi sering kali dipandang sebagai sebuah disiplin yang tinggi mengawang dan kurang membumi. Judul yang diangkat oleh Panitia Dies Natalis ke-25 STT Amanat Agung untuk buku bunga rampai karya alumni STT Amanat Agung yang melayani di berbagai bidang di tengah masyarakat membantah pandangan tersebut. Ide-ide konseptual tidak mesti berhenti di awan-awan, tetapi dapat menitik sebagai air hujan yang tidak sekadar membasahi apalagi menyebabkan kebecekan atau kebanjiran, melainkan mendatangkan kehidupan dan kesegaran yang kontekstual. Relevansi tema ini diangkat oleh Heryanto David Lie dalam tulisannya. Heryanto mengingatkan kita kepada realitas hilangnya shalom ketika manusia jatuh ke dalam dosa. Ketika itu, Allah menyatakan rencana pemulihan shalomic relationship antara Allah dengan manusia dan antara sesama manusia. Dalam tulisannya, Pdt. Herris membahas panggilan bagi umat Allah ini dimulai dari panggilan Allah kepada Abraham dan keturunannya. Akan tetapi, alih-alih menjadi berkat, umat Israel berbuat semena-mena dan berulang kali Tuhan mengutus para nabi, di antaranya Amos, untuk membawa mereka kembali pada panggilan mereka. Bahkan ketika umat Israel gagal memelihara shalomic relationship dengan Allah, Allah tetap berkarya menghadirkan shalom di dalam pribadi dan karya Kristus. Akan tetapi, Kristus belum menghadirkan shalomic state tersebut secara penuh (already but not yet). Oleh karena itulah, peranan umat Allah sebagai peacemaker menjadi penting. Pembaruan yang dikerjakan oleh Roh Kudus memampukan umat Allah, termasuk kita hari ini, untuk mengasihi Allah dan juga sesama. Salah satu wujudnya, sebagaimana dikutip Pdt. Herris dari Hoekema adalah "keprihatikan terhadap keadilan sosial, hak-hak manusia dan pemenuhan kebutuhan kaum yang miskin dan papa." |
en_US |