dc.provenance | Jakarta | |
dc.contributor.author | Armand Barus | |
dc.date.issued | 1997 | |
dc.identifier.isbn | 979-95304-0-7 | |
dc.description | Sekarang ini hubungan Kristen dan agama-agama lain sudah semakin sensitif jikalau tidak ingin dikatakan kurang harmonis. Banyak umat kristiani tidak tahu bagaimana berdialog dengan agama lain tanpa kehilangan esensi dasar imannya sendiri. Isu pluralisme agama sudah merupakan agenda penting dalam teologi kristiani masa kini. Salah satu pilar utama dalam konstruksi teologi agama-agama adalah konsep monoteisme. Monoteisme sudah berkembang sejak zaman para leluhur dan pada bentuknya yang terakhir bahwa Yahweh adalah satu-satunya pencipta dan pemelihara alam semesta dan tidak ada Allah lain selain Dia. Sejak awal, keunikan Yahweh telah dinyatakan dengan jelas dalam Kitab Sud. Meski demikian harus disadari bahwa umat Allah secara progresif menyadari status sui generis Yahweh. Dalam pengertian ini kita dapat mengatakan bahwa yang terjadi adalah suatu perkembangan (development), bukan evolusi agama Kitab Suci dari tahap politeisme ke tahap yang tertinggi monoteisme. Tulisan ini berpendapat bahwa monoteisme nonreflektif pada masa para leluhur berkembang menjadi monoteisme reflektif pada zaman pembuangan. | en_US |
dc.language.iso | Indonesia | en_US |
dc.publisher | STT Cipanas | en_US |
dc.subject | Monoteisme | en_US |
dc.subject | Agama | en_US |
dc.title | Monoteisme Reflektif | en_US |
dc.type | Book Chapter | en_US |