dc.description |
Dalam doa yang diajarkan Tuhan Yesus ketika la menyampaikan khotbah di bukit (Matius 5-7), terungkap jelas dua bentuk kebutuhan manusia paling mendasar dan universal: Pertama, kebutuhan pangan, seperti tertulis "Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya" (Matius 6:11); kedua, kebutuhan pengampunan, seperti tertulis "dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami" (Matius 6:12). Di samping pangan, manusia membutuhkan pengampunan. Relasi antarmanusia rentan terhadap salah pengertian dan konflik. Dalam situasi demikian, pengampunan menjadi kebutuhan mutlak agar relasi manusia dapat berlangsung. Studi berikut menelaah dimensi pengampunan sebagai aspek krusial yang menjamin kelangsungan hidup dan peradaban manusia. Pengampunan bersifat universal: ia tidak mengenal batas budaya dan batas geografis. Secara khusus studi pengampunan merupakan kebutuhan mendesak di Indonesia mengingat skala dan intensitas konflik yang mewarnai perjalanannya sebagai bangsa. Mengingat terbatasnya tempat, sengaja dipilih satu perumpamaan yang tertuang dalam Matius 18:23-35. Tetapi, mengapa Injil Matius? Mengapa bukan Injil Markus yang dikenal sebagai Injil tertua, atau Injil Lukas atau Injil Yohanes? Salah satu alasannya adalah Injil Matius ditujukan kepada komunitas yang bercorak agama monoteistis. Corak komunitas demikian mendekati situasi Indonesia yang dominan bercorak agama monoteistis. Alasan kedua, perumpamaan 18:23-35 dipilih karena perumpamaan ini bagi kebanyakan penafsir dipandang sebagai "an authentic parable of Jesus". Keunikan diksi yang khas Matius dalam perumpamaan seperti yang dideteksi Gundry (371-372) justru menunjukkan bahwa perumpamaan sampai ke Matius melalui tradisi lisan (Davies-Allison, 2:794). |
en_US |