Description:
Dalam beberapa dekade belakangan, model-model penebusan tradisional–khususnya yang berhubungan dengan ide tentang pengurbanan (sacrifice), penggantian (substitution), dan pemuasan (satisfaction)–mendapat banyak serangan. Sebagian serangan datang dari teolog-teolog feminist dan womanist yang mempermasalahkan ide bahwa kematian Yesus entah bagaimana dapat menghasilkan keselamatan bagi umat manusia. Joanne Carlson Brown dan Rebecca Parker, misalnya, mengklaim bahwa kekristenan telah menjadi penyebab utama yang membentuk sikap menerima dalam diri kaum wanita ketika diperlakukan sewenang-wenang. Bagi Brown dan Parker, kekristenan mendorong wanita untuk menerima penderitaan mereka sebagai bagian dari pemuridan, meneladani penderitaan Yesus di kayu salib: “If women pursue their own needs, it seems, they are in conflict with what it means to be a faithful follower of Jesus.” Brown dan Parker bahkan menggunakan gambaran “divine child abuse” untuk merujuk pada ketaatan dan penderitaan Yesus ketika dijatuhi hukuman oleh Allah Bapa. Dalam kritiknya, mereka menjelaskan, “Divine child abuse is paraded as salvific and the child who suffers ‘without even raising a voice’ is lauded as the hope of the world.” Menurut mereka, konsep ini membuat banyak wanita berpikir bahwa hidup mengurbankan diri sendiri dalam sikap ketaatan adalah hidup yang mulia, padahal dalam realitanya hal itu membahayakan dan merugikan diri mereka sendiri: “This glorification of suffering as salvific, held before us daily in the image of Jesus hanging from the cross, encourages women who are being abused to be more concerned about their victimizer than about themselves.”