dc.description |
Pengudusan sering kali dimaknai oleh orang percaya secara sempit
hanya dalam ranah kehidupan kerohanian personal. Pengudusan personal
utamanya menekankan tentang perubahan nyata kehidupan orang
percaya yang dikerjakan oleh Allah sepenuhnya, dan bagaimana orang
percaya mengupayakannya seumur hidup. Penghayatan yang berlebihan
terhadap dimensi pengudusan personal tersebut tanpa disadari dapat
melanggengkan dualisme spiritual dan jasmaniah. Artinya, orang percaya
menjadi fokus hanya pada dirinya sendiri, kehilangan kepekaan akan apa
yang terjadi pada dunia sekitarnya, dan akhirnya menciptakan jurang
pemisah yang amat besar antara kehadiran orang percaya dengan dunia.
Kehidupan religius seperti demikian kerap dianggap mempromosikan
cara hidup yang melarikan diri dari dunia, menepi dari kebisingan dunia
untuk mencapai titik tenang antara “Aku” dan “Tuhan-ku”. Jika keadaan
demikian dibiarkan terus-menerus, orang percaya akan kehilangan
kekuatan panggilannya untuk “menerangi” dan “menggarami” dunia
(Mat. 5:13–16). Bertolak dari permasalahan tersebut, tulisan ini akan mengangkat kembali ke permukaan mengenai dimensi publik dalam
pengudusan orang percaya. Pengudusan seharusnya tidak hanya dimaknai
sebagai usaha orang percaya mengejar kekudusan hidup secara personal
dan mengekang diri terhadap kecenderungan berbuat dosa, melainkan
juga mendorong untuk terlibat dalam berbagai isu yang terjadi di tengah
masyarakat. |
en_US |