STT Amanat Agung Repository

Disabilitas dan Gereja Inklusif

Show simple item record

dc.contributor.author Fuad, Chelcent
dc.date.accessioned 2024-11-14T04:51:45Z
dc.date.available 2024-11-14T04:51:45Z
dc.date.issued 2024-08
dc.identifier.isbn 978-623-98922-9-6
dc.identifier.uri https://repository.sttaa.ac.id/xmlui/handle/123456789/701
dc.description “Kami mau mencoba lagi!” tekad seorang teman tidak lama setelah istrinya mengalami keguguran pada usia kehamilan 6 bulan. Perkataan ini mengagetkan saya karena janin yang gugur itu sempat didiagnosis mengalami down syndrome. “Kalian nggak takut kalau mencoba lagi ada potensi anak berikutnya juga punya down syndrome?” Di balik pertanyaan itu saya memang membayangkan susahnya merawat dan membesarkan anak dengan down syndrome, apalagi di Indonesia yang masih minim fasilitas penunjang bagi penyandang disabilitas. Belum lagi berbagai stigma negatif yang masih dikenakan oleh masyarakat—termasuk Gereja—pada penyandang disabilitas dan keluarga. Hal ini tentu membuat kehidupan mereka menjadi makin tidak mudah. Menurut data Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan pada bulan Juni 2023, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai kurang lebih 22,97 juta jiwa atau sekitar 8,5% dari jumlah penduduk. Di balik data statistik ini tersimpan berbagai pengalaman buruk yang dialami oleh para penyandang disabilitas ini. Yusak B. Setiawan mendaftarkan beberapa pengalaman buruk yang dialami oleh penyandang disabilitas di Indonesia. Pertama, stigma dan penolakan masyarakat terhadap penyandang disabilitas karena dianggap sebagai manusia yang tidak normal, aib bagi keluarga, dan beban masyarakat. Kedua, diskriminasi terhadap penyandang disabilitas terkait perumusan kebijakan publik. Ketiga, keterbatasan akses penyandang disabilitas terhadap pelayanan publik, misalnya fasilitas sekolah, lalu lintas, rumah sakit, tempat ibadah, dan hiburan. Penyandang disabilitas dipaksa untuk hidup berdasarkan standar yang diperuntukkan bagi orang tanpa disabilitas. Keempat, diskriminasi dalam penafsiran kitab suci yang menganggap disabilitas sebagai akibat dari dosa. Penafsiran terhadap teks kitab suci sering kali menjadi salah satu penyebab stigma dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas di dalam komunitas orang percaya. Sebab itu, tulisan ini akan menelusuri secara singkat perkembangan teologi disabilitas di dalam Alkitab sebagai dasar bagi Gereja untuk menjadi komunitas yang inklusif bagi penyandang disabilitas. en_US
dc.language.iso Indonesia en_US
dc.publisher STT Amanat Agung en_US
dc.relation.ispartofseries Gereja bagi Semua;99-112
dc.subject Disabilitas en_US
dc.subject Gereja en_US
dc.subject Inklusif en_US
dc.title Disabilitas dan Gereja Inklusif en_US
dc.type Book chapter en_US


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

  • Bab Buku
    Bab buku karya civitas academica STT Amanat Agung (Book chapters by STTAA community)

Show simple item record

Search DSpace


Advanced Search

Browse

My Account