Abstract:
Suku Betawi berada di tengah kota dan gereja, meskipun demikian suku ini masih tergolong suku terabaikan. Skripsi ini memfasilitasi gereja, penginjil, dan misionaris untuk bisa menjangkau suku Betawi. Dalam skripsi ini dipaparkan mengenai konteks suku Betawi, metode yang bisa digunakan untuk menginjili suku Betawi, serta menawarkan pertimbangan pertimbangan yang patut dipikirkan ketika ingin menginjili suku Betawi. Adapun langkah yang ditempuh oleh penulis di dalam kepenulisan skripsi ini adalah memaparkan terlebih dahulu konteks suku Betawi. Pemaparan mengenai konteks ini terbagi dalam empat aspek, yakni sejarah, budaya, agama, dan pahlawan-pahlawan suku Betawi. Setelah membahas mengenai konteks, penulis membahas mengenai kedua metode penginjilan, yakni metode Tiga Saja yang menekankan pengijilan secara individual yang memakai pendekatan relasional dan metode Storytelling yang menekankan penginjilan dengan sasaran utama kelompok serta memakai pendekatan cerita. Kemudian penulis merelasikan (menerapkan) antara konteks suku Betawi dengan kedua metode penginjilan (Tiga Saja dan Storytelling). Ketika penerapan dilakukan, maka di dapati bahwa dalam aspek sejarah, agama, dan pahlawan suku Betawi kedua metode sama-sama mendapat keuntungan. Tetapi ketika aspek budaya diterapkan dengan kedua metode, hanya metode Storytelling yang mendapat keuntungan, sedangkan metode Tiga Saja mengalami hambatan. Kiranya pengguna.metode dapat mempertimbangkan akan memakai metode mana ketika sedang ingin melakukan penginjilan.