Abstract:
Perkembangan suatu agama dipengaruhi dan dibentuk oleh konsep keselamatan. Demikian juga perkembangan agama Kristen bertumpu pada konsep keselamatan. Dengan perkataan lain, teologi dan praksis misi berdasarkan pada dan mengalir dari konsep keselamatan. Perkembangan agama Kristen ke seluruh dunia didorong oleh konsep keselamatan yang ingin disebarkan agar orang lain mengikutinya. Di samping itu perlu diperhatikan bahwa misi dalam PB tidak mengenal dikotomi pemberitaan injil dan perbuatan sosial. Misi PB selalu holistis. Namun ada masalah lain. Pemberitaan injil memberi penekanan pada individualitas, sedang perbuatan sosial menekankan komunitas. Dikotomi personal-komunal sebenarnya telah melandasi berbagai rumusan konsep misi Kristen, seperti terungkap, misalnya, dalam istilah-istilah penginjilan, penanaman gereja (church planting) ... Bagaimana di Indonesia? Secara umum dapat dikatakan adanya karakter komunal bangsa Indonesia. Sifat komunal ini tercermin dalam bentuk yang dikenal sebagai “gotong royong.” Pada hakikatnya, konsep gotong royong tidak memberikan ruang terhadap semangat individualistis. Konsep keselamatan individualistis yang dibawa oleh bentara Kristus dari Barat tentu saja masuk ke dalam ruang berbeda dengan asalnya. Tetapi apakah konsep keselamatan harus sesuai dengan konteks agar dapat diterima? Pengalaman gereja di Barat masa kini tidak memperlihatkan demikian. Sejatinya, yang diperlukan gereja di Indonesia bukan konsep keselamatan personal atau komunal, tetapi suatu konsep keselamatan personal dan komunal. Jika demikian, bagaimana dengan konsep keselamatan dalam PB? Apakah keselamatan PB bersifat personal atau komunal? Apakah konsep keselamatan PB bersifat holistis? Dengan kata lain, apakah dikotomi personal-komunal dapat dibenarkan? Tulisan berikut berusaha membuktikan bahwa kontur keselamatan PB selalu berdimensi personal dan komunal. Dengan pendekatan naratif (narrative criticism) diupayakan menyusun suatu gambar komprehensif konsep keselamatan dengan sampel teks Injil Yohanes.