Abstract:
Catatan historis memperlihatkan pengalaman kelompok etnis Tionghoa berada pada posisi sebagai korban dalam ketegangan yang mewarnai relasi antaretnis Tionghoa-pribumi, yang telah berlangsung sejak masa pemerintahan kolonial Belanda, berlanjut hingga masa pemerintahan Orde Baru, bahkan hingga kini. Namun ternyata dalam pengalaman empiris ditemukan bahwa kelompok etnis Tionghoa, termasuk orang Tionghoa-Kristen, juga turut berbagian sebagai pelaku dari tindakan diskriminasi dan bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan terhadap kelompok pribumi. Fenomena semacam ini mendapatkan penjelasannya dari sudut pandang Teori Identitas Sosial, sebagai gejala psikologis yang dapat dipahami. Tetapi dalam keberadaannya sebagai gereja, komunitas Tionghoa-Kristen Indonesia tidak dapat melakukan hal-hal yang demikian. Dalam situasi seperti ini, pendidikan Kristen berwawasan multikultural amat penting untuk disampaikan kepada komunitas dengan ciri monokultur, seperti komunitas gereja Tionghoa Indonesia, agar dapat mempraktikkan cara hidup menggereja dengan benar dan relevan, di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang multikultur.