STT Amanat Agung Repository

Eksklusif atau Inklusif? Wajah Agama Kristen Menurut Surat-Surat Yohanes dan Refleksinya Bagi Kehidupan Orang Kristen Masa Kini

Show simple item record

dc.contributor.author Jonly Joihin
dc.date.accessioned 2024-11-14T03:07:28Z
dc.date.available 2024-11-14T03:07:28Z
dc.date.issued 2024-08
dc.identifier.isbn 978-623-98922-9-6
dc.identifier.uri https://repository.sttaa.ac.id/xmlui/handle/123456789/698
dc.description Pernahkah kita membaca nasihat: “Jikalau seseorang datang kepadamu ..., janganlah menerima dia di dalam rumahmu dan janganlah memberi salam kepadanya?” Kalimat-kalimat dalam surat 2 Yohanes 1:10 ini merupakan larangan bagi orang Kristen tentang sikap mereka terhadap sesama orang Kristen.Bagi orang Kristen zaman sekarang, kalimat “jangan menerima dia dan jangan memberi salam kepadanya” mungkin kurang nyaman di telinga atau terdengar sangat keras, apalagi kalau ditujukan kepada sesama orang Kristen. Ketidaknyamanan ini bertambah jikalau kita membaca kalimat selanjutnya: “Sebab, siapa yang memberi salam kepadanya, ia mengambil bagian dalam perbuatannya yang jahat.” (2Yoh. 1:11). Tidak tertutup kemungkinan muncul kesan bahwa Alkitab dan agama Kristen mengajarkan sikap eksklusif yang membatasi orang Kristen bergaul dengan atau menerima kelompok lain, bahkan sekalipun mereka yang lain ini adalah sesama orang Kristen. Ketika ditelusuri lebih lanjut, segera tampak bahwa latar belakang dari peringatan keras di atas adalah berkaitan dengan “ajaran”. Selengkapnya penulis 2 Yohanes mengingatkan, “Jikalau seseorang datang kepadamu dan ia tidak membawa ajaran ini, janganlah menerima dia di dalam rumahmu dan janganlah memberi salam kepadanya” (2Yoh. 1:10). Menurut penulis, orang yang tidak berpegang pada “ajaran ini”, janganlah ia disambut sebagai sesama saudara atau sesama orang Kristen karena dia telah melakukan perbuatan yang jahat (2Yoh. 1:11). Siapa yang tidak membawa “ajaran ini” haruslah dianggap sebagai orang dari pihak yang berbeda sehingga tidak boleh diterima dalam kehidupan jemaat setempat. Mengapa surat 2 Yohanes mencantumkan kalimat-kalimat yang demikian keras dan bernuansa ketidakramahan (hostility) yang mengarah kepada eksklusivitas? Di pihak lain, bagaimana kesan kita terhadap ajaran agama Kristen ketika menemukan kalimat “Saudaraku! Saudara begitu setia dalam pekerjaan yang Saudara lakukan bagi teman-teman sesama Kristen; bahkan orang Kristen yang belum Saudara kenal pun, Saudara layani.” (3Yoh. 1:5 TAMK-LAI). Di sini kita dapat menemukan ajaran keramahan (hospitability) yang bersifat merangkul dan bahkan inklusif. Mengapa seseorang yang dipanggil “saudaraku” dapat berlaku demikian kepada orang Kristen yang bahkan belum dikenalnya? Ketika kedua bagian Alkitab ini disandingkan, apakah masih dapat disimpulkan bahwa wajah agama Kristen semata-mata adalah eksklusif? Ketika Alkitab mengajarkan sikap terbuka kepada sesama orang Kristen yang asing, bukankah ada pesan inklusivitas di sana? Bagaimana kita dapat belajar dimensi wajah agama Kristen yang lebih utuh dari teks-teks ini? en_US
dc.language.iso Indonesia en_US
dc.publisher STT Amanat Agung en_US
dc.relation.ispartofseries Gereja bagi Semua;49-64
dc.subject Eksklusif en_US
dc.subject Inklusif? en_US
dc.title Eksklusif atau Inklusif? Wajah Agama Kristen Menurut Surat-Surat Yohanes dan Refleksinya Bagi Kehidupan Orang Kristen Masa Kini en_US
dc.type Book chapter en_US


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

  • Bab Buku
    Bab buku karya civitas academica STT Amanat Agung (Book chapters by STTAA community)

Show simple item record

Search DSpace


Advanced Search

Browse

My Account