Description:
Saat menonton konser Dewa 19 beberapa waktu lalu, saya
menyaksikan antusiasme penonton yang menarik. Puluhan ribu penonton
terlihat bersemangat dan turut serta dalam menyanyikan lagu-lagu yang
dibawakan. Grup musik yang telah berkarya selama tiga dekade tersebut
tampaknya berhasil membuat penonton hanyut dalam nostalgia dan
membangkitkan luapan beragam emosi, baik itu senang, sedih, haru,
kagum, juga galau dan gamang. Kebanyakan penonton mungkin membawa
pulang hati yang puas, apresiasi karya seni yang meningkat, cerita yang
dibagikan kepada orang lain, atau keinginan untuk menonton konser-
konser musik lainnya. Tanpa disuruh atau diarahkan oleh penyelenggara
konser, himpunan tersebut tahu apa yang harus dilakukan selama konser,
apa yang perlu “diabadikan” sebagai kenangan, dan yang akan dibagikan
kepada orang lain sebagai cerita.
Semua pengalaman yang saya saksikan di konser tersebut membuat
terbesit sepenggal pikiran: pasti sangat menarik menyaksikan jemaat
berhimpun dengan senang dan antusias untuk ibadah bersama, tanpa harus dipaksa atau diingatkan. Jemaat paham yang harus dilakukan,
bahkan membagikan dengan segera apa yang mereka dapatkan kepada
orang lain. Meski pikiran membesit demikian, saya tidak bermaksud untuk
menyamakan himpunan ibadah dengan konser.1
Ibadah dan konser musik
mungkin sama dalam hal menghimpun banyak orang, akan tetapi, sebuah
event yang memang dibuat untuk menghibur tentu berbeda dengan
ibadah Kristen itu sendiri. Inilah yang akan dibahas dalam artikel ini bahwa
ibadah Kristen tidak menjadikan kegiatan berkumpul sebagai tujuan akhir.
Ibadah Kristen tidak hanya menyasar pertumbuhan atau kedewasaan
rohani individu sebagai hasil akhir, tetapi juga aktif menghimpun umat
untuk melakukan pekerjaan misi Allah di tengah dunia sampai hidup ini
berakhir.